Bloomy
Sabtu, 03 November 2012
JAWABAN SEORANG ANAK KECIL KEPADA IBU GURU YANG MELARANG MEMAKAI JILBAB
Seorang gadis kecil pulang dari sekolah. Setibanya di rumah, ibunya melihat anak putrinya dirundung kesedihan. Maka ia pun bertanya kepada putrinya itu tentang
sebab k
Seorang gadis kecil pulang dari sekolah. Setibanya di rumah, ibunya melihat anak putrinya dirundung kesedihan. Maka ia pun bertanya kepada putrinya itu tentang
sebab k
esedihannya.
Anak: “Aduhai ibuku, sesungguhnya ibu guru telah mengancam akan mengusirku dari sekolah karena pakaian panjang yang kupakai.”
Ibu: “Tetapi itu adalah pakaian yang dikehendaki oleh Allah, wahai putriku.”
Anak: “Benar, wahai ibu, akan tetapi ibu guru tidak menghendakinya.”
Ibu: “Baiklah, wahai putriku, guru itu tidak menghendaki, tetapi Allah menghendakinya. Lalu siapakah yang akan kamu taati? Apakah kamu akan mentaati Allah yang telah menciptakanmu dan membentukmu, serta yang telah mengaruniakan kenikmatan kepadamu? Ataukah kamu akan mentaati seorang makhluk yang tidak mampu memberikan manfaat dan madharat kepada dirinya?”
Anak: “Sesungguhnya saya akan taat kepada Allah.”
Ibu: “Bagus, wahai putriku, kamu tepat sekali.”
Pada hari berikutnya, gadis kecil itu pergi dengan mengenakan baju yang panjang. Tatkala ibu guru melihatnya, ia langsung mencela dan memarahinya dengan keras. Gadis kecil itu tidak mampu memikul amarah tersebut, ditambah lagi oleh pandangan teman-teman perempuannya yang mengarah kepadanya.
Tidak ada yang ia lakukan selain berteriak menangis. Kemudian, gadis kecil itu mengeluarkan kata-kata yang besar maknanya meski sedikit jumlahnya, “Demi Allah, saya tidak tahu siapa yang akan saya taati, ibu Guru ataukah DIA?”
Ibu guru itu pun bertanya, “Siapakah DIA itu?”
Anak itu menjawab, “ALLAH. Apakah saya harus taat kepada Ibu Guru, sehingga saya mesti memakai pakaian seperti yang engkau kehendaki, tetapi saya berbuat maksiat kepada-Nya. Ataukah saya mentaati-Nya dan tidak mentaati engkau? Ah, biarlah saya akan mentaati-Nya saja, dan apa yang terjadi terjadilah.”
Aduhai, betapa agungnya kalimat yang keluar dari mulut si kecil itu. Sebuah kalimat yang menampakkan wald (ketaatan) yang mutlak kepada Allah. Gadis kecil itu bertekad untuk berpegang kuat dan taat kepada perintah Dzat Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa Akan tetapi.apakah bu guru itu hanya berdiam saja darinya?
Ibu guru itu meminta dipanggilkan ibu si anak kecil tersebut. Apa yang ia inginkan darinya?
Maka datanglah si ibu itu..
Ibu guru berkata kepada ibu anak kecil itu, “Sesungguhnya putri anda telah menasihatiku dengan nasihat paling besar yang pernah aku dengar di sepanjang hidupku.”
Benar, ibu guru telah mengambil pelajaran dan nasihat dari murid kecilnya. Ibu guru yang mengajarkan pendidikan dan telah mengambil bagian yang besar dari ilmu.
Seorang guru yang ilmunya tidak dapat menghalanginya untuk mengambil nasihat dari seorang gadis kecil yang mungkin seusia dengan putrinya.
Salam penghormatan, semoga terlimpahkan kepada guru ini.
Salam penghormatan juga untuk gadis kecil yang telah memberikan pendidikan Islamiyah dan telah berpegang kepadanya.
Salam penghormatan untuk sang ibu yang telah menanamkan dalam diri putrinya rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Seorang ibu yang yang telah mengajarkan kepada putrinya rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Wahai ibu-ibu muslimah, di depan anda lah anak-anak anda. Mereka seperti adonan tepung. Anda bisa membentuknya sebagai-mana yang anda kehendaki, maka bersegera-lah untuk membentuk mereka dengan bentuk yang diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya.
Ajarkanlah shalat kepada mereka
Ajari mereka ketaatan kepada Allah
Ajari mereka untuk bisa tetap tegar dan kokoh di atas kebenaran
Ajarkanlah semua itu kepada mereka, sebelum mereka menginjak usia baligh.
Karena jika pada saat mereka masih kecil tidak mendapatkan pendidikan yang baik, maka sesungguhnya anda sekalian akan menyesal dengan penyesalan yang besar, karena mereka akan menjadi anak-anak yang menyimpang pada saat mereka telah dewasa.
Gadis kecil ini tidak hidup pada zaman Sahabat dan juga Tabi’in. Sesungguhnya ia hidup pada zaman modern sekarang ini
***
Semoga Bermanfaat ...
Silahkan saudara-saudariku yang baik, yang mau share atau co-pas, dengan senang hati. Semoga bermanfaat. Semoga pula Allah Ta'ala berikan pahala kepada yang membaca, yang menulis, yang menyebarkan, yang mengajarkan dan yang mengamalkan… Aamiin, Aamiin, Aamiin ya Alloh ya Rabbal’alamin …
Anak: “Aduhai ibuku, sesungguhnya ibu guru telah mengancam akan mengusirku dari sekolah karena pakaian panjang yang kupakai.”
Ibu: “Tetapi itu adalah pakaian yang dikehendaki oleh Allah, wahai putriku.”
Anak: “Benar, wahai ibu, akan tetapi ibu guru tidak menghendakinya.”
Ibu: “Baiklah, wahai putriku, guru itu tidak menghendaki, tetapi Allah menghendakinya. Lalu siapakah yang akan kamu taati? Apakah kamu akan mentaati Allah yang telah menciptakanmu dan membentukmu, serta yang telah mengaruniakan kenikmatan kepadamu? Ataukah kamu akan mentaati seorang makhluk yang tidak mampu memberikan manfaat dan madharat kepada dirinya?”
Anak: “Sesungguhnya saya akan taat kepada Allah.”
Ibu: “Bagus, wahai putriku, kamu tepat sekali.”
Pada hari berikutnya, gadis kecil itu pergi dengan mengenakan baju yang panjang. Tatkala ibu guru melihatnya, ia langsung mencela dan memarahinya dengan keras. Gadis kecil itu tidak mampu memikul amarah tersebut, ditambah lagi oleh pandangan teman-teman perempuannya yang mengarah kepadanya.
Tidak ada yang ia lakukan selain berteriak menangis. Kemudian, gadis kecil itu mengeluarkan kata-kata yang besar maknanya meski sedikit jumlahnya, “Demi Allah, saya tidak tahu siapa yang akan saya taati, ibu Guru ataukah DIA?”
Ibu guru itu pun bertanya, “Siapakah DIA itu?”
Anak itu menjawab, “ALLAH. Apakah saya harus taat kepada Ibu Guru, sehingga saya mesti memakai pakaian seperti yang engkau kehendaki, tetapi saya berbuat maksiat kepada-Nya. Ataukah saya mentaati-Nya dan tidak mentaati engkau? Ah, biarlah saya akan mentaati-Nya saja, dan apa yang terjadi terjadilah.”
Aduhai, betapa agungnya kalimat yang keluar dari mulut si kecil itu. Sebuah kalimat yang menampakkan wald (ketaatan) yang mutlak kepada Allah. Gadis kecil itu bertekad untuk berpegang kuat dan taat kepada perintah Dzat Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa Akan tetapi.apakah bu guru itu hanya berdiam saja darinya?
Ibu guru itu meminta dipanggilkan ibu si anak kecil tersebut. Apa yang ia inginkan darinya?
Maka datanglah si ibu itu..
Ibu guru berkata kepada ibu anak kecil itu, “Sesungguhnya putri anda telah menasihatiku dengan nasihat paling besar yang pernah aku dengar di sepanjang hidupku.”
Benar, ibu guru telah mengambil pelajaran dan nasihat dari murid kecilnya. Ibu guru yang mengajarkan pendidikan dan telah mengambil bagian yang besar dari ilmu.
Seorang guru yang ilmunya tidak dapat menghalanginya untuk mengambil nasihat dari seorang gadis kecil yang mungkin seusia dengan putrinya.
Salam penghormatan, semoga terlimpahkan kepada guru ini.
Salam penghormatan juga untuk gadis kecil yang telah memberikan pendidikan Islamiyah dan telah berpegang kepadanya.
Salam penghormatan untuk sang ibu yang telah menanamkan dalam diri putrinya rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Seorang ibu yang yang telah mengajarkan kepada putrinya rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Wahai ibu-ibu muslimah, di depan anda lah anak-anak anda. Mereka seperti adonan tepung. Anda bisa membentuknya sebagai-mana yang anda kehendaki, maka bersegera-lah untuk membentuk mereka dengan bentuk yang diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya.
Ajarkanlah shalat kepada mereka
Ajari mereka ketaatan kepada Allah
Ajari mereka untuk bisa tetap tegar dan kokoh di atas kebenaran
Ajarkanlah semua itu kepada mereka, sebelum mereka menginjak usia baligh.
Karena jika pada saat mereka masih kecil tidak mendapatkan pendidikan yang baik, maka sesungguhnya anda sekalian akan menyesal dengan penyesalan yang besar, karena mereka akan menjadi anak-anak yang menyimpang pada saat mereka telah dewasa.
Gadis kecil ini tidak hidup pada zaman Sahabat dan juga Tabi’in. Sesungguhnya ia hidup pada zaman modern sekarang ini
***
Semoga Bermanfaat ...
Silahkan saudara-saudariku yang baik, yang mau share atau co-pas, dengan senang hati. Semoga bermanfaat. Semoga pula Allah Ta'ala berikan pahala kepada yang membaca, yang menulis, yang menyebarkan, yang mengajarkan dan yang mengamalkan… Aamiin, Aamiin, Aamiin ya Alloh ya Rabbal’alamin …
Kamis, 01 November 2012
Analisis Undang-Undang Mineba
Analisis Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
Tentang Pertambangan dan Mineral
Ditinjau Dari Aspek Sosiologis, Yuridis dan Filosofis
A. Latar
Belakang Undang-Undang Minerba
Mineral dan batubara merupakan sumber daya alam tak
terbarukan yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang
banyak, serta memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional
dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Kegiatan usaha penambangan mineral dan batubara yang
mengandung nilai ekonomi dimulai sejak adanya usaha untuk mengetahui posisi,
area, jumlah cadangan, dan letak geografi dari lahan yang mengandung mineral
dan batubara. Setelah ditemukan adanya cadangan maka proses eksploitasi
(produksi), angkutan, dan industri penunjang lainnya akan memiliki nilai
ekonomis yang sangat tinggi sehingga akan terbuka persaingan usaha di dalam
rangkaian industri tersebut.
Sebagai kegiatan usaha, industri pertambangan
mineral dan batubara merupakan industri yang padat modal (high capital), padat
resiko (high risk), dan padat teknologi (high technology). Selain
itu, usaha pertambangan juga tergantung pada faktor alam yang akan mempengaruhi
lokasi dimana cadangan bahan galian.
Dengan karakteristik kegiatan usaha pertambangan
mineral dan batubara tersebut maka diperlukan kepastian berusaha dan kepastian
hukum di dunia pertambangan mineral dan batubara. Tahun 2009 merupakan babak
baru bagi pertambangan mineral dan batubara di Indonesia dengan disahkannya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU
Minerba), menggantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (UU No.11 Tahun 1967). Perubahan
mendasar yang terjadi adalah perubahan dari sistem kontrak karya dan perjanjian
menjadi sistem perijinan, sehingga Pemerintah tidak lagi berada dalam posisi
yang sejajar dengan pelaku usaha dan menjadi pihak yang memberi ijin kepada
pelaku usaha di industri pertambangan mineral dan batubara. Kehadiran UU
Minerba tersebut menuai pro dan kontra. Ada sementara kalangan yang berpendapat
bahwa beberapa kebijakan dalam UU Minerba tersebut tidak memberikan kepastian
hukum terkait dengan kegiatan usaha di bidang pertambangan mineral dan batubara
dan memberikan hambatan masuk bagi pelaku usaha tertentu.
Pada tahun 2009 DPR telah mengsahkan UU No. 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang merupakan revisi
dari UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pertambangan. Revisi
dilakukan, terutama untuk mengembalikan fungsi dan kewenangan negara terhadap
penguasaan sumber daya alam yang dimiliki, dan diharapkan dapat membawa
perbaikan dalam pengelolaan sektor pertambangan di Tanah Air. Dengan demikikian
amanat Pancasila dan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, benar-benar dapat diwujudkan.
Jika dibandingkan dengan UU No 11 tahun 1967, UU Minerba
memang telah memuat beberapa perbaikan yang cukup mendasar. Yang paling penting
di antaranya, adalah ditiadakannya sistem kontrak karya bagi pengusahaan
pertambangan yang digantikan dengan sistem izin usaha pertambangan (IUP).
UU
Minerba juga mengakomodasi kepentingan daerah, dengan memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk dapat menjalankan fungsi perencanaan, pembatasan luas
wilayah dan jangka waktu izin usaha pertambangan.
Namun demikian, meski telah memuat beberapa pasal perbaikan,
UU Minerba dinilai belum mengatur secara lebih detail hal-hal yang berkaitan
dengan kejelasan arah perencanaan, pengelolaan, kebijakan, dan strategi
pertambangan nasional yang akan dituju.
Dalam
banyak aspek, UU Minerba cenderung masih memuat ketentuan yang bersifat sangat
umum sehingga tidak bisa operasional, serta pengaturan pelaksanaannya banyak
diserahkan kepada Pemerintah melalui peraturan pemerintah (PP) dan peraturan
daerah (Perda). Sebagai contoh, dari 175 pasal yang terdapat dalam UU Minerba,
setidaknya terdapat 22 pasal yang peraturan pelaksanaannya diserahkan kepada
Pemeirntah (PP), dan 3 pasal oleh pemerintah daerah (Perda). Dengan kondisi UU
seperti itu, maka bagaimana arah dan gambaran pengelolaan sektor pertambangan
ke depan yang lebih pasti masih sangat bergantung pada situasi, kondisi, dan
kepentingan pengambil kebijakan pada saat PP dan Perda tersebut dibuat.
Selain belum mampu memberikan gambaran tentang arah dan
strategi pertambangan nasional ke depan, juga ada beberapa kelemahan dalam UU
Minerba yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Jika kelemahan tersebut tidak
diperbaiki dikhawatirkan UU Minerba ini justru berpotensi semakin memperberat
permasalahan sektor pertambangan di masa mendatang.
Beberapa kelemahan itu antara lain, pertama, tidak adanya
norma yang mengatur adanya kewajiban memasok kebutuhan dalam negeri (Domestic
Market Obligation/DMO). UU Minerba tidak mengaturnya secara tegas dan
eksplisit, sehingga terjadi kasus pembangkit listrik PLN tidak mendapatkan
pasokan batu bara pada saat pertumbuhan produksi batu bara begitu besar. Kasus
seperti ini sangat mungkin terulang kembali pada masa mendatang.
Kedua,
menyangkut tidak jelasnya besaran penerimaan negara dari pajak dan nonpajak
dari sektor pengusahaan Minerba. Ketidakjelasan ini berpotensi menjadikan tidak
optimalnya penerimaan Negara dari pajak dan nonpajak Minerba, bahkan kalau
tidak dilakukan kontrol yang ketat akan merugikan penerimaan Negara. UU Minerba
tidak mengatur secara tegas tentang hal ini dan menyerahkan pengaturannya
kepada peraturan pelaksanaannya di bawah UU.
Ketiga, diberikannya kewenangan pemberian IUP kepada
pemerintah daerah tanpa disertai kesiapan kerangka acuan tentang strategi
kebijakan pertambangan nasional yang jelas. Hal ini menyebabkan makin tidak
terkontrolnya pengelolaan dan eksploitasi pertambangan di daerah-daerah.
Berdasarkan data, semenjak digulirkanya otonomi daerah, tidak kurang dari 3.000
izin dan kuasa pertambangan telah diterbitkan oleh pemerintah daerah, tanpa
kontrol dan pengawasan yang memadai. Keempat,
UU Minerba juga tidak mampu 'mengintervensi' dan memperbaiki kontrak-kontrak
pertambangan yang telah ada selama ini. Pasal 169 (a) UU Minerba menyebutkan
bahwa kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang
telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai jangka
waktu berakhirnya kontrak/perjanjian.
Terkait dengan beberapa kekurangan UU Minerba, maka dipandang
mendesak dilakukan perbaikan UU ini sehingga ada arah, kebijakan, dan strategi
sektor pertambangan nasional yang jelas dan terukur.
Paper ini akan merupakan analisa ringkas dari UU
Minerba dari sudut pandang aspek sosiologis, yuridis dan filosofis.
B. Analisis
Undang-Undang Minerba
Sebelum
menganalisa terhadap Undang - undang, ada baiknya kita perlu mengetahui
terlebih dahulu mengenai apa itu undang – undang beserta penjelasan yang lain.
Undang
– undang merupakan peraturan – peraturan tertulis yang dibuat oleh alat
perlengkapan negara yang berwenang dan bersifat mengikat setiap orang selaku
warga negara. Undang – undang dapat berlaku didalam masyarakat jika telah
memenuhi persyaratan tertentu.
Dalam
istilah hukum, Undang – undang dibedakan menjadi 2 ( dua ) jenis, yaitu :
a. UU
dalam arti materiil
Bahwa
setiap keputusan pemerintah yang dilihat dari isinya disebut UU dan mengikat
orang secara umum. Namun tidak semua UU dapat disebut dengan UU dalam arti
materiil, karena ada UU yang hanya khusus berlaku bagi sekelompok orang
tertentu sehingga disebut dengan UU dalam arti formil saja. Misalnya adalah UU
No. 62 / 1968 tentang naturalisasi.
b. UU
dalam arti formil
Bahwa
setiap keputusan pemerintah yang dilihat dari segi bentuk dan cara terjadinya
dilakukan secara prosedur dan formal.
Asas hukum tentang
berlakunya Undang – undang, yaitu :
a. UU
tidak berlaku surut,
b. Asas
lex superior derogat legi inferiori,
c. Asas
lex posteriori derogat legi priori,
d.
Asas lex specialis derogat legi generali.
Hasil
analisa terhadap Undang - Undang ditinjau dari pertimbangan Filosofis,
Sosiologis dan Yuridis.
1. Tinjauan Landasan Aspek Sosiologis
[1]Aspek
sosiologis adalah ketentuan yang terdapat pada peraturan perundang-undangan
sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Ketentuan
tersebut penting agar peraturan yang dibuat ditaati oleh masyarakat. Hukum yang
dibentuk harus sesuai dengan “hukum yang hidup” (living law) dalam masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 (Bagian Konsideran) dapat dikaji menurut tinjauan landasan aspek sosiologis, yaitu berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b UU No. 4 Tahun 2009 bahwa kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan kegiatan usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan.
Analisis
: Bahwa keyakinan masyarakat akan pentingnya kemanfaatan sumber daya mineral
dan batu bara sebagai alat yang menunjang perekonomian serta pembangunan
berkelanjutan daerah maupun secara skala nasional. Kesadaran masyarakat
berbanding terbalik dengan keadaan sekarang dimana banyak terjadi
konflik-konflik mengenai mengeksploitasian mineral dan batubara. Permasalahan
investor dan rakyat menjadikan problem utama yang harus dicari jalan
keluar. Faktanya, konflik antara pemodal
dan rakyat terjadi dalam aktivitas pertambangan tersebut. Kasus Freeport
(Papua), Newmont (Sumbawa dan Sulawesi) serta PT SMN (Bima) merupakan
konflik yang melibatkan korporasi tambang mineral. Sedangkan kasus pencemaran
lingkungan dan perampasan tanah ulayat suku Dayak oleh Adaro dan Kideco Jaya
Agung di Kalimantan adalah konflik yang terjadi dalam industri
pertambangan batubara.
Di
hampir semua konflik, posisi rakyat selalu berada pada pihak yang terkalahkan.
Salah satu sebabnya adalah keberpihakan aparat negara, baik pemerintah pusat,
daerah, kepolisian maupun militer kepada korporasi. Hal ini disebabkan juga
oleh rancunya UU Minerba yang berlaku saat ini. Kerancuan itu dapat kita
pahami, bila kita meninjau latar belakang kelahiran UU ini secara seksama.
Dengan memberi pertimbangan seperti yang tercantum di atas, diharapkan segenap
pelaku yang terlibat dapat menaati peraturan tersebut. Sehingga landasan
sosiologis yang dicantumkan ini akan menjadi suatu dinamic recht dan bukan
moment opname. Dengan demikian Undang-undang yang bersangkutan akan berlaku
efektif dan mengatur serta membatasi perilaku manusia dalam memperlakukan
sumber daya mineral yang tersedia.
2.
Tinjauan
Landasan Yuridis
[2]Landasan
yuridis adalah landasan yuridis (yuridische gelding) yang menjadi dasar
kewenangan (bevoegddheid, competentie) pembuatan peraturan perundang-undangan.
Selain menentukan dasar kewenangan landasan hukum juga merupakan dasar
keberadaan atau pengakuan dari suatu jenis peratyuran perundang-undangan atau
yang disebut landasan yuridis materil. Landasan yuridis material menunjuk
kepada materi muatan tertentu yang harus dimuat dalam suatu peraturan
perundang-undangan tertentu. Menurut Bagir Manan, dasar yuridis sangat penting
dalam pembuatan peraturan perundang-undangan karena akan menujukkan:
• Keharusan adanya kewenangan dari pembuat
peraturan perundang-undangan. Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat
oleh badan atau pejabat yang berwenang.
• Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis
peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama kalau
diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi atau
sederajat.
• Keharusan mengikuti tata cara tertentu.
Apabila taat cara tersebut tidak diikuti, peraturan perundang-undangan mungkin
batal demi hukum atau tidak/belum mempunyai kekuatan hukum mengikat.
•
Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi tingkatannya. Suatu undang-undangan tiddak boleh mengandung kaidah
yang bertentangan dengan UUD . Demikian pula seterusnya sampai pada peraturan
perundang-undangan tingkat lebih bawah.
Pertimbangan
yang masuk landasan yuridis antara lain :
a. Bahwa
dengan mempertimbangkan perkembangan nasional maupun internasional,
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan sudah tidak sesuai lagi sehingga dibutuhkan perubahan peraturan
perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat
mengelola dan mengusahakan potensi mineral dan batubara secara mandiri, andal,
transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin
pembangunan nasional secara berkelanjutan. Analisis
: Sebagai dasar yuridis bahwa artinya UU Nomor 11 Tahun 1967 sudah tidak
memenuhi kebutuhan yang ada. Dalam perkembangan lebih lanjut, undang-undang
tersebut yang materi muatannya bersifat sentralistik sudah tidak sesuai dengan
perkembangan situasi sekarang dan tantangan di masa depan. Di samping itu,
pembangunan pertambangan harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan
strategis, baik bersifat nasional maupun internasional. Tantangan utama yang
dihadapi oleh pertambangan mineral dan batubara adalah pengaruh globalisasi
yang mendorong demokratisasi, otonomi daerah, hak asasi manusia, lingkungan
hidup, perkembangan teknologi dan informasi, hak atas kekayaan intelektual
serta tuntutan peningkatan peran swasta dan masyarakat. Untuk menghadapi
tantangan lingkungan strategis dan menjawab sejumlah permasalahan tersebut,
perlu disusun peraturan perundang-undangan baru di bidang pertambangan mineral
dan batubara yang dapat memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah
pembaruan dan penataan kembali kegiatan pengelolaan dan pengusahaan
pertambangan mineral dan batubara. Posisi negara yang lemah dalam UU No.11/1967
inilah yang berusaha untuk dirubah oleh pemerintah dan DPR melalui UU No.4/2009
tentang Minerba tersebut. Maka, dalam UU Minerba terjadi perubahan rezim dalam
tata kelola industri tambang nasional. Perubahan itu terjadi dari rezim
kontrak/perjanjian kepada rezim perizinan. Sehingga istilah-istilah seperti KK,
PKP2B dan KP diganti menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pada pasal 36
UU Minerba, disebutkan bila IUP terdiri atas dua tahap, yakni IUP Eksplorasi
(penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan) dan IUP Operasi Produksi
(konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan
penjualan).
b. Mengingat
: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Analisis : Bahwa dalam Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 menyatakan
Presiden RI memiliki kewenangan untuk membuat undang-undang. Maka dalam
Undang-undang nomor 7 Tahun 2004 yang disahkan dengan tanda tangan dari
Presiden Republik Indonesia, maka sebagai landasan yuridis peraturan yang
bersangkutan menjadi memiliki legalitas untuk dibenarkan dan diaplikasikan.
Begitu pula Pasal 20 dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Menjadi dasar dibentuknya Undang-Undang
nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara.
3.
Tinjauan
landasan Filosofis
Yang
dimaksud landasan filosofis adalah filsafat atau pandangan hidup sesuatu bangsa
tiada lain berisi nilai-nilai moral atau etika dari bangsa tersebut. Moral dan
etika pada dasarnya berisi nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik. Adapun
jenis filsafat hidup bangsa, harus menjadi rujukan dalam membentuk hukum yang
akan dipergunakan dalam kehidupan bangsa tersebut. Oleh karena itu kaidah hukum
yang dibentuk (yang termuat dalam peraturan perundang-undangan) harus
mencerminkan filsafat hidup bangsa itu. Sekurang-kurangnya tidak bertentangan
dengan nilai-nilai moral bangsa.
Termasuk
dalam landasan Filosofis UU No 4 Tahun 2009 yaitu bahwa mineral dan batubara
yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan
alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan
penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya
harus dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi
perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
secara berkeadilan. Analisis : Bahwa
sesuai pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang ini dipergunkan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat secara adil. Atas penguasaan mineral
dan batubara tersebut diharapkan dapat memenuhi hajat hidup orang banyak dan
memakmurkan daerah yang menjadikan pertambangan serta mewujudkan kesejahteraan
masyarakat pada umumnya. Wilayah mineral dan wilayah pertambangan tak semua
dapat mencakup wilayah luas Negara Indonesia yang diharapkan daerah yang
mengelola tidak memecah belah demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu menurut pasal 33 ayat 3 UUD 1945 segala penguasaan kekayaan
alam bumi, air yang terkadung didalam bumi dikelola oleh negara. Perhatian kita
tertuju pada pemberian Tuhan Yang Maha Esa dimana material bahan tak terbarukan
dapat terdapat di wilayah Indonesia yang dapat memenuhi hajat orang hidup
banyak yang diwujudakan dan dikelola secara baik oleh pemerintah dan masyarakat
sehingga mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
Langganan:
Postingan (Atom)